Senin, 02 Desember 2013

SEJARAH KEHIDUPAN AWAL MASYARAKAT INDONESIA

A. Kehidupan Masyarakat Berburu dan Mengumpulkan Makanan
1.Lingkungan Alam Kehidupan
Kehidupan masyarakat berburu dan mengumpulkan makanan ini sangatlah
sederhana. Kehidupan mereka tak ubah seperti kelompok hewan karena
bergantung pada apa yang disediakan oleh alam. Pada masa ini manusia hidup di
alam bebas seperti di hutan, tepi-tepi sungai, goa, dan lembah. Keadaan berburu
mereka pun masih belum stabil dan sangat liar. Pada masa ini, mereka cenderung
berjalan menyusuri tepi-tepi pantai dan pada masa selanjutnyalah baru mereka
menciptakan perahu.

2. Kehidupan Sosial
Masyarakat pada masa berburu dan mengumpulkan makanan telah mengenal
kehidupan kelompok. Jumlah anggota dalam setiap kelompok sekitar 10-15 orang.
Mereka selalu hidup berpindah-pindah. Hubungan antar anggota kelompok
sangatlah erat. Mereka bekerja sama untuk memenuhi kebutuhan hidup serta
mempertahankan hidup mereka. Masing-masing kelompok memiliki pemimpin dan
mereka menghormati pemimpin mereka masing-masing .

3. Kehidupan Budaya
Pada masa ini mereka mulai membuat alat-alat berburu, alat pemotong, alat
pengeruk tanah dan lainnya. Para ahli menafsirkan pembuat alat tersebut ialah
jenis manusia Pithecanthropus dan kebudayaannya disebut tradisi Paleolitikum
(batu tua). Banyak di temukan di kali basoka, daerah Kabupaten Pacitan .
Penelitian ini di lakukan oleh H.R van Heekeren, Besuki, dan R.P. Soejono (1953-
1954).Adapun benda-benda hasil kebudayan zaman tersebut ialah:
oKapak Perimbas
oKapak Penetak
oKapak Genggam
oPahat Genggam
oAlat serpih
oAlat-alat dari tulang

4. Kehidupan Ekonomi

Pada masa mengumpulkan makanan ini, mereka bekerja sama dalam upaya
memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan anggota kelompok yang masih sedikit
mereka dapat dengan mudah memenuhi sebagian besar kebutuhan hidupnya dari
alam bebas, saat persedian hutan habis mereka pindah ke daerah lainnya untuk
menemukan kebutuhan-kebutuhan mereka.

5. Kehidupan Kepercayaan Masyarakat
Pada masa ini mereka sudah memiliki anggapan tertentu dan memberikan
penghormatan terakhir kepada orang yang meninggal dengan sisteam penguburan
dan mereka sudah mempergunakan akal pikiran mereka walaupun hanya terbatas
hal-hal tertentu saja. Dengan penguburan terhadap orang yang baru meninggal
maka konsep kepercayaan tentang adanya hubungan antara orang yang sudah
meninggal dan yang masih hidup sudah di yakini.
B. Kehidupan Masyarakat Beternak dan Bercocok Tanam
1.Lingkungan Alam Kehidupan
Kehidupan bercocok tanam yang pertama kali dikenal oleh manusia adalah
berhuma. Berhuma adalah teknik bercocok tanam dengan cara membersihkan
hutan dan menanamnya, setelah tanah tidak subur mereka pindah dan mencari
bagian hutan yang lain. Kemudian mereka mengulang pekerjaan membuka hutan,
demikian seterusnya. Namun dalam perkembangan berikutnya, manusia mulai
memikirkan kembali untuk hidup dari generasi ke generasi berikutnya. Oleh
karena itu, manusia mulai menerapkan kehidupan bercocok tanam pada tanah-
tanah persawahan. Kehidupan menetap yang dipilih manusia pada masa lampau
itu merupakan titik awal dari perkembangan kehidupan manusia untuk mencapai
kemajuan.
2. Kehidupan Sosial
Kehidupan masyarakat pada masa bercocok tanam mengalami peningkatan yang
cukup pesat. Masyarakat mulai mempunyai tempat tinggal tetap. Tempat tinggal
tetap untuk mempererat hubugan antar manusia, yang menunjukkan bahwa
manusia tidak bisa hidup sendiri. Kehidupan sosial yang dilakukan oleh masyarakat
pada masa bercocok tanam ini terlihat dengan jelas melalui cara bekerja dengan
bergotong royong.  Cara hidup bergotong royong itu bersifat agraris.
3. Kehidupan Ekonomi
Pada masa kehidupan bercocok tanam, kebutuhan kehidupan masyarakat semakin
bertambah, namun tidak ada anggota masyarakat yang dapat memenuhi
kehidupannya sendiri. Dengan kenyataan seperti ini, dalam rangka memenuhi
kebutuhannya masing-masing diadakan pertukaran barang dengan barang yang
disebut sistem barter. Sistem barter ini menjadi awal munculnya perdagangan atau
sistem perekonomian masyarakat. Untuk memperlancar kegiatan tersebut
dibutuhkan tempat khusus yang dapat dijadikan sebagai tempat pertemuan antara
penjual dan pembeli yang disebut pasar.
4. Sistem Kepercayaan Masyarakat
ž
Pada masa kehidupan bercocok tanam kepercayaan masyarakat semakin
bertambah. Mereka percaya bahwam orang-orang yang meninggal rohnya pergi ke
suatu tempat yang tidak jauh dari tempat tinggalnya atau tetap berada di wilayah
di sekitar tempat tinggalnya sehingga sewaktu-waktu dapat dipanggil untuk
dimintai bantuannya dalam kasus seperti menanggulangi wabah penyakit atau
mengusir pasukan-pasukan musuh yang ingin menyerang tempat tinggalnya. Di
Indonesia, kepercayaan dan pemujaan kepada roh nenek moyang terlihat melalui
peninggalan-peninggalan tugu-tugu batu atau bangunan-bangunan mengalithikum.
Bangunan-bangunan itu banyak ditemukan di tempat-tempat tinggi dari daerah
sekitarnya sehingga muncul anggapan masyarakat bahwa roh-roh tersebut berada
di tempat yang lebih tinggi.

5. Kehidupan Budaya
žPada masa kehidupan bercocok tanam kebudayaan yang dihasilkan semakin beragam seperti yang terbuat dari tanah liat, batu, dan tulang. Contohnya:
1.Beliung Persegi
diduga digunakan untuk upacara. Ditemukan di Sumatera, Jawa, Kalimantan,
Sulawesi, Nusa Tenggara, Semenanjung Melayu dan Asia Tenggara.
2. Kapak Lonjong
Kapak ini ditemukan di daerah Maluku, Papua, sebagian Sulawesi Utara, Kepulauan
Filipina, Taiwan dan Cina.
3. Mata Panah
Digunakan untuk berburu dan menangkap ikan. Ditemukan di daerah Papua.
4. Gerabah
Digunakan sebagai tempat untuk menyimpan benda-benda perhiasan dan sebagai
alat untuk mencurahkan rasa seni. Ditemukan di seluruh wilayah Indonesia.
6. Perhiasan
Pada masa bercocok tanam kebudayan, telah dikenal berbagai bentuk perhiasan.
Bahan dasarnya berasal dari lingkungan alam sekitar tempat tinggal mereka yaitu
seperti tanah liat, batu kalsedon, yaspur dan agat. Perhiasaan yang dihasilkan
seperti kalung, gelang dan lain-lain. Disamping perhiasan tersebut juga ditemukan
kebudayaan yang terbuat dari batu besar atau Megalitikum pada masa kehidupan
masyarakat bercocok tanam. Kebudayaan megalitikum erat kaitannya dengan
kegiatan religius, yaitu kepercayaan terhadap nenek moyang. Bangunan ini dibuat
berdasarkan adanya kepercayaan hubungan antara alam fana dan alam baka.
Contoh Bangunan Pada Masa Megalitikum
ž
Menhir, adalah tugu batu tempat pemujaan terhadap roh nenek moyang,
ditemukan di daerah Sumatera, Sulawesi Tengah dan Kalimantan.
ž
Waruga, adalah kubur batu yang berbentuk kubus atau bulat yang dibuat dari batu
utuh. Ditemukan di daerah Sulawesi Tengah dan Sulawesi Utara.
ž
Dolmen, adalah meja batu tempat meletakkan sesaji yang dipersembahkan kepada
roh nenek moyang. Di bawah dolmen biasanya sering ditemukan kubur batu.
Ditemukan di Telagamukmin, Sumberjaya, Lampung Barat.

ž
Punden berundak-undak, adalah bangunan suci tempat pemujaan terhadap roh
nenek moyang yang dibuat bertingkat-tingkat. Ditemukan di daerah Lebak Si
Beduk daerah Banten Selatan.
ž
Sarkofagus, adalah peti jenazah yang terbuat dari batu bulat (batu tunggal).
Banyak ditemukan di Bali.
ž
Kubur batu, adalahb peti jenazah terbuat dari batu pipih. Banyak ditemukan di
daerah Kuningan, Jawa Barat.
ž
Arca, arca dari masa megalitikum menggambarkan kehidupan binatang dan
manusia. Banyak ditemukan di Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Tengah dan
Jawa Timur.
C. Perkembangan Teknologi Masyarakat Awal Indonesia
1.Keadaan Alam Lingkungan Kehidupan Manusia
Dalam kehidupan menetap manusia sudah dapat menghasilkan kebutuhannya
sendiri, meskipun tidak seluruhnya. Pengenalan teknologi pada masa itu terlihat
jelas pada teknik pembuatan tempat tinggal atau peralatan-peralatan yang
mereka gunakan untuk membantu upaya memenuhi kebutuhan hidupnya.
Ketika manusia mulai mengenal logam, manusia telah dapat menggunakan peralatan yang terbuat dari logam, seperti peralatan rumah tangga, pertanian,
berburu, berkebun, dll. Tetapi dengan meluasnya penggunaan peralatan yang
terbuat dari logam, peralatan tersebut dibuat oleh orang yang ahli dibidangnya
yang disebut undagi dan tempat pembuatan alat tersebut disebut perundagian.

Dalam perkembangan teknologi awal ini, masyarakat Indonesia juga mulai mengenal
benda-benda yang terbuat dari logam dan perunggu. Hal ini terbukti karena
ditemukannya benda-benda dari perunggu di beberapa wilayah di Indonesia.
Dapat disimpulkan bahwa seiring dengan mulai dikenalnya logam, pola pikir dan
teknologi manusia berkembang.
2. Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat
Masa perundagian adalah masa manusia telah mengenal logam. Masa perundagian
sangat penting artinya dalam perkembangan sejarah Indonesia, karena pada
masa ini terjalin hubungan dengan daerah-daerah disekitar Indonesia. Hubungan
ini terjadi karena bahan-bahan dari logam yang tersedia menyebar di tempat-
tempat tertentu dan untuk mendapatkannya dilakukan sistem barter.
Pada masa ini juga menjadi dasar bertumbuh kembangnya kerajaan-kerajaan di
Indonesia peninggalan-peninggalan masa perundagian menunjukkan kekayaan
dan keanekaragaman budaya Indonesia.
Kemakmuran masyarakat diketahui melalui perkembangan teknik pertanian.
Masyarakat persawahan terus berkembang dengan pesat termasuk pada aktivitas
ekonominya.
3. Kehidupan Budaya Masyarakat
Benda-benda peninggalan bangsa Indonesia yang terbuat dari logam diantaranya:
1.Nekara Perunggu
Fungsinya sebagai pelengkap upacara untuk memohon turunnya, hujan dan sebagai
genderang perang. Banyak ditemukan di daerah timur Indonesia.
2. Kapak Perunggu
Ada yang berbentuk pahat, jantung atau tembilang.
3. Bejana Perunggu
Bentuknya mirip gitar spanyol tanpa tangkai. Ditemukan di daerah Madura dan
Sumatera
4. Arca Perunggu
Ditemukan di daerah Bangkinang, Riau, Lumajang, Bogor dan Palembang.
5. Perhiasan
Ditemukan di daerah Bogor, Bali, Malang.
D. Sistem Kepercayaan Awal Masyarakat Indonesia
1.Kepercayaan Terhadap Roh Nenek Moyang
Perkembangan sistem kepercayaan pada masyarakat Indonesia berawal dari
kehidupan masyarakat berburu dan mengumpulkan makanan. Pada umunya
mereka hidup berpindah-pindah. Namun, dalam perkembangannya mereka mulai
menetap, menetap di goa-goa yang di tepi pantai atau di pedalaman.
Orang mulai memiliki pandangan bahwa hidup tidak berhenti setelah orang
meninggal. Orang yang meninggal dianggap pergi ke suatu tempat yang lebih
baik.
Inti kepercayaan terhadap roh nenek moyang terus berkembang dari zaman-zaman.
2. Kepercayaan Bersifat Animisme
Animisme merupakan kepercayaan masyarakat terhadap benda yang dianggap
memiliki roh atau jiwa.
Awal munculnya kepercayaan ini didasari dari berbagai pengalaman masyarakat yang
bersangkutan.
Di samping itu muncul kepercayaan terhadap benda-benda pusaka yang dipandang
memiliki roh yang dianggap dapat memberi petunjuk tentang berbagai hal yang
berkembang dalam masyarakat. Contohnya sebilah keris yang dianggap pusaka.
Kepercayaan seperti ini masih berkembang hingga sekarang.
3. Kepercayaan Bersifat Dinamisme
Dinamisme adalah kepercayaan bahwa setiap benda memilki kekuatan gaib.
Contohnya batu cincin dipandang mempuyai kekuatan untuk melemahkan lawan.
4. Kepercayaan Bersifat Monoisme
Monoisme adalah kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Kepercayaan ini muncul berdasarkan pengalaman-pengalaman dari masyarakat. .

Minggu, 01 Desember 2013

Sejarah Kehidupan Manusia Purba Pertama di Indonesia




Catatan dari ‘Eden In The East, The Drowned Continent’ karya Stephen OppenheimerPara ahli sejarah umumnya berpendapat bahwa Asia Tenggara adalah kawasan ‘pinggir’ dalam sejarah peradaban manusia. Dengan kata lain, peradaban Asia Tenggara bisa maju dan berkembang karena imbas-imbas migrasi, perdagangan, dan efek-efek yang disebabkan peradaban lain yang digolongkan lebih maju seperti Cina, India, Mesir, dan lainnya. Buku Eden In The East yang ditulis Oppenheimer seolah mencoba menjungkirbalikkan pendapat meinstream tersebut.

Oppenheimer mengemukakan pendapat bahwa justru peradaban-peradaban maju di dunia merupakan buah karya manusia yang pada mulanya menghuni kawasan yang kini menjadi Indonesia. Oppenheimer tidak main-main dalam mengemukakan pendapat ini. Hipotesisnya disandarkan kepada sejumlah kajian geologi, genetik, linguistik, etnografi, serta arkeologi.Gagasan diaspora manusia dari kawasan Asia Tenggara dicoba untuk direkonstruksi dari peristiwa di akhir zaman es (Last Glacial Maximum) pada sekitar 20.000 tahun yang lalu. Pada saat itu, permukaan laut berada pada ketinggian 150 meter di bawah permukaan laut di zaman sekarang. Kepulauan Indonesia bagian barat, masih menyatu dengan benua Asia sebagai sebuah kawasan daratan maha luas yang disebut Paparan Sunda.


Ketika perlahan-lahan suhu bumi memanas, es di kedua kutub bumi mencair dan menyebabkan naiknya permukaan air laut, sehingga timbul banjir besar. Penelitian oseanografi menunjukan bahwa di Bumi ini pernah tiga kali terjadi banjir besar pada 14.000, 11.000, dan 8.000 tahun yang lalu. Banjir yang terakhir adalah peristiwa yang menyebabkan kenaikan permukaan air laut hingga setinggi 8-11 meter dari tinggi permukaan asalnya. Banjir tersebut mengakibatkan tenggelamnya sebagian besar kawasan Paparan Sunda hingga terpisah-pisah menjadi pulau-pulau yang kini kita kenal sebagai Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Bali.

Oppenheimer mengemukakan bahwa saat itu, kawasan Paparan Sunda telah dihuni oleh manusia dalam jumlah besar. Karena itulah, menurutnya, hampir semua kebudayaan dunia memiliki tradisi yang mengisahkan cerita banjir besar yang menenggelamkan sebuah daratan. Kisah-kisah semacam banjir Nabi Nuh as, olehnya dianggap sebagai salah satu bentuk transfer informasi antar generasi manusia tentang peristiwa mahadahsyat tersebut.


Menurut Oppenheimer, setelah terjadinya banjir besar tersebut, menusia mulai menyebar ke belahan bumi lainnya. Oppenheimer menyatakan bahwa hipotesisnya ini disokong oleh rekonstruksi persebaran linguistik terbaru yang dikemukakan Johanna Nichols. Nichols memang mencoba mendekonstruksi persebaran bahasa Austronesia. Sebelumnya, Robert Blust (linguis) dan Peter Bellwood (arkeolog) menyatakan bahwa persebaran bahasa-bahasa Austronesi a berasal dari daratan Asia ke Formosa (Taiwan) dan Cina Selatan (Yunnan) sebelum sampai ke Filipina, Indonesia, kepulauan Pasifik dan Madagaskar. Nichols menyatakan konstruksi yang terbalik di mana bahasa-bahasa Austronesia menyebar dari Indonesia-Malaysia ke kawasan-kawasan lainnya dan menjadi induk dari bahasa-bahasa dunia lainnya.

Oppenheimer berkeyakinan bahwa penduduk Malaysia, Sumatera, Jawa, dan Kalimantan dewasa ini adalah keturunan dari para penghuni Paparan Sunda yang tidak hijrah setelah tenggeamnya sebagian kawasan tersebut. Dengan kata lain, ia hendak mengemukakan bahwa persebaran manusia di dunia berasal dari kawasan ini.

Pendapatnya ia perkuat dengan mengemukakan analisa tentang adanya kesamaan benda-benda neolitik di Sumeria dan Asia Tenggara yang diketahui berusia 7.500 tahun. Kemudian ciri fisik pada patung-patung peninggalan zaman Sumeria yang memiliki tipikal wajah lebar (brachycepalis) ala oriental juga memperkuat hipotesis tersebut.

Oppenhimer juga yakin bahwa tokoh dalam kisah Gilgamesh yang dikisahkan sebagai satu-satunya tokoh yang selamat dari banjir besar adalah karakter yang sama dengan Nabi Nuh as dalam kitab Bible dan Qur’an yang tak lain adalah karakter yang berhasil menyelamatkan diri dari banjir besar yang menenggelamkan paparan Sunda. Legenda Babilonia tua mengisahkan pula kedatangan tujuh cendekiawan dari timur yang membawa keterampilan dan pengtahuan baru. Kisah yang sama terdapat pula di dalam India kuno di Hindukush. Varian legenda semacam ini pun ternyata tersebar di kepulauan Nusantara dan Pasifik.

Oppenheimer lebih lanjut mengemukakan bahwa kisah yang serupa dengan kisah penciptaan Adam dan Hawa serta pertikaian Kain dan Abel (Qabil dan Habil) ternyata dapat ditemukan di kawasan Asia Timur dan Kepulauan Pasifik. Misalnya orang Maori di Selandia Baru, menyebut perempuan pertama dengan nama ‘Eeve’. Kemudian di Papua Nugini, kisah yang serupa dengan Kain dan Abel ada dalam wujud Kullabop dan Manip. Tradisi-tradisi di kawasan ini juga mengemukakan bahwa manusia pertama di buat dari tanah lempung yang berwarna merah.

Atas dasar berbagai hipotesis tersebut pula, Oppenheimer meyakini bahwa Taman Eden yang disebut-sebut dalam Bible ada di Paparan Sunda. Berbicara tentang Hipotesis Oppenheimer ini, saya juga jadi teringat salah satu ayat dalam Kitab Genesis yang dengan jelasmenyebut bahwa Eden ada di Timur. Mungkinkah Taman Eden memang berlokasi di Indonesia? Dan Manusia Pertama pun ditempatkan Tuhan di Indonesia.

Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda